🦬 Foto Kh Kholil As Ad
Beberapadiantara para Asatidz yang gugur adalah, KH. Ghozali, M. Mifatah, H. Masyhadi, Amin bin Hj. Aminah, Syukri, Da'ad, Wahyu, dan Siroj. Perjuangan ini terus berlangsung hingga deklarasi proklamasi kemerdekan, 17 Agustus 1945. Pasca kemerdekaan, ketika stabilitas dan keamanan nasional mulai pulih. KH. Kholil dan KH.
Setelahdari Sukerejo, Kabupaten Pasuruan, Zulhas dan rombongan bergerak ke Ponpes Walisongo. Di lokasi, ia disambut KH Kholil As'ad Syamsul Arifin. Disaksikan para pengasuh dan awak media, Zulhas kembali berdiskusi tentang politik jalan tengah kepada Kiai Kholil. "PAN ini meneruskan cita-cita pendiri bangsa, maka karakternya berdiri di tengah.
TubagusAhmad Bakri kembali mengaji bersama para santri hingga menjelang maghrib. Selepas maghrib, istirahat sejenak dan shalat Isya, setelah shalat isya, ia kembali mengajar sampai pukul 23.00 WIB. Bahkan menurut satu riwayat, kebiasaan KH. Tubagus Ahmad Bakri yang pernah diketahui oleh santrinya adalah ia tidak pernah batal wudhu sejak isya
1 KH. Maimoen Zubair 2. Kiai Zubair Dahlan 3. Kiai Faqih Maskumambang 4. Syaikh Mahfudz at-Turmusi 5. Sayyid Abi Bakar bin Muhammad Syatho al-Makki 6. Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan 7. Syaikh Ustman bin Hasan ad-Dimyati 8. Syaikh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqowi 9. Syaikh Muhammad bin Salim al-Hafni 10. Syaikh Ahmad al-Khulaifi 11. Syaikh Ahmad
KiaiMakki menjelaskan, isyarah-isyarah dari Syaikhona Kholil berupa tongkat merupakan simbol organisatoris sedangkan juknisnya berupa lima ayat dan tasbih. "Dari semua itu, oleh Kiai Hasyim Asy'ari dijabarkan menjadi Qanun Asasi. Dari Qanun Asasi Nahdlatul Ulama dijabarkan lagi menjadi AD-ART. Runtutannya seperti itu," tutur Kiai Makki.
KH R. Muhammad Kholil As'ad, Situbondo, Indonesia. 11,799 likes · 17 talking about this · 621 were here. KH . Raden Muhammad Kholil As'ad (Pengasuh Pesantren Walisongo, Mimbaan, Panji, Situbondo )
KetuaUmum PBNU KH Said Aqil Siroj menyampaikan tausiah pada acara Haul Para Pejuang NU di Kantor PBNU Jakarta. (Foto: istimewa) JAKARTA, Rabu (10/4/2019) malam. Total ada 294 nama para pejuang NU yang didoakan. Di antaranya KH Kholil Bangkalan, KH As'ad Syamsul Arifin (Situbondo), KH Ma'shum (Lasem), KH Hambali (Demak), KH Wahid
Surabaya- . Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri, KH Nurul Huda Djazuli dipastikan akan menghadiri acara doa bersama untuk perdamaian dunia di Kota Surabaya, besok Minggu (22/5/2022).Selain Kiai Nurul Huda Djazuli, 35 kiai khos dan habaib se-Jatim juga akan hadir. "Dipastikan ada 35 kiai khos yang hadir.
Selainitu, Mbah Kholil menjadi salah satu tokoh pendidikan Islam terbesar di Indonesia. Bahkan, dia menjadi guru dari kiai-kiai besar di Indonesia, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy'ari. Willy menyebutkan sudah saatnya negara menobatkan Mbah Kholil sebagai pahlawan nasional.
. Apakah Anda mencari gambar tentang Foto Kh Kholil As Ad? Terdapat 48 Koleksi Gambar berkaitan dengan Foto Kh Kholil As Ad, File yang di unggah terdiri dari berbagai macam ukuran dan cocok digunakan untuk Desktop PC, Tablet, Ipad, Iphone, Android dan Lainnya. Silahkan lihat koleksi gambar lainnya dibawah ini untuk menemukan gambar yang sesuai dengan kebutuhan anda. Lisensi GambarGambar bebas untuk digunakan digunakan secara komersil dan diperlukan atribusi dan retribusi.
Oleh Luthfya Fithriani Kelahiran KH. As’ad Syamsul Arifin KH. As’ad Syamsul Arifin merupakan anak pertama dari pasangan KH. Syamsul Arifin dan Nyai Siti Maimunah yang berasal dari Pamekasan, Madura. Beliau memiliki satu saudara adik yaitu bernama KH. Abdurrahman. Kiai As’ad di lahirkan pada tahun 1897 di Makkah tepatnya di kampung Syi’ib Ali, yang berdekatan dengan Masjidil Haram ketika kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu ke-islaman. Ada darah bangsawan pada diri Kiai As’ad yang berasal dari kedua orang tuanya. Sang ayah yaitu Raden Ibrahim KH. Syamsul Arifin merupakan keturunan dari Sunan Kudus I, dan sang ibu Nyai Siti Maimunah yang masih mempunyai keturunan dari Sunan Ampel. Ketika berusia 6 tahun kedua orang tuanya membawa beliau pulang ke Pamekasan, Madura dan tinggal di pondok pesantren Kembang Kuning Pamekasan, Madura. Sedangkan adiknya, Kiai Abdurrahman yang saat itu masih berusia 4 tahun dititipkan kepada Nyai Salhah yang merupakan sepupu Nyai Siti Maimunah yang tinggal di Makkah. Setelah 5 tahun tinggal di Pamekasan, Kiai As’ad diajak sang ayah untuk pindah ke pulau Jawa yang pada saat itu masih berupa hutan belantara tepatnya di daerah Asembagus, Situbondo, Jawa Timur untuk menyebarkan agama Islam. Di sana sang ayah membangun sebuah pondok pesantren sebagai tempat untuk berdakwah. Pemilihan tempat tersebut bukan tanpa alasan melainkan atas saran dua ulama dari Semarang yaitu Habib Hasan Musawa dan Kiai Asadullah. Awal pembangunan pondok pesantren hanya terdiri gubuk kayu kecil, musholla, dan asrama santri yang pada saat itu masih dihuni oleh beberapa orang saja. Seiring berjalannya waktu dengan banyaknya santri yang berdatangan untuk belajar ilmu agama, maka pada tahun 1914 pesantren tersebut berkembang. Pondok pesantren tersebut dikenal dengan nama pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah. Masa Pendidikan KH. As’ad Syamsul Arifin Kiai As’ad sejak kecil sudah mendapatkan ilmu agama dari ayahnya yang merupakan seorang ulama. Setelah beranjak usia remaja sang ayah mengirim beliau untuk belajar di sebuah pondok pesantren tua yang didirikan tahun 1785 di Banyuanyar, Pamekasan, Madura. Selama 3 tahun belajar di pondok pesantren tersebut 1910-1913 Kiai As’ad diasuh oleh KH. Abdul Majid dan KH. Abdul Hamid, yang merupakan masih keturunan dari sang pendiri pondok pesantren yakni KH. Itsbat selesai belajar di pondok pesantren Banyuanyar, beliau dikirim lagi oleh ayahnya ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu agamanya. Ketika menimba ilmu di Makkah, beliau belajar di Madrasah Salathuyah, sebuah madrasah yang sebagian besar murid dan guru-gurunya berasal dari al-Jawi Melayu. Beliau belajar ilmu-ilmu keagaan bersama ulama-ulama terkenal, baik dari ulama al-Jawi maupun ulama Timur Tengah. Di antara guru-guru beliau adalah Syeikh Abbas Al-Maliki, Syeikh Hasan Al-Yamani, Syeikh Muhammad Amin Al-Quthbi, Syeikh Hasan A-Massad, Syeikh Bakir Yogyakarta, Syeikh Syarif As-Sinqithi. Sepulangnya dari Makkah beliau tidak langsung meneruskan pondok pesantren ayahnya. Akan tetapi beliau mengembara di berbagai pondok pesantren untuk memperdalam ilmunya lagi, antara lain ponpes Tebuireng Jombang asuhan KH. Hasyim Asy’ari, ponpes Demangan Bangkalan asuhan Syaikhona Kholil, ponpes Panji Buduran, ponpes Tetango Sampang, dan ponpes Sidogiri Pasuruan. Kiai As’ad ketika nyantri di pondok pesantren Syaikhona Kholil yang berada di daerah Demangan, Bangkalan, Madura, beliau merupakan santri andalan Syaikhona Kholil pada saat itu. Suatu hari pada tahun 1924 M, saat Syaikhona Kholil memanggil beliau untuk ditugasi mengantarkan sebuah tongkat dengan pesan “QS. Thaahaa 18-21” kepada KH. Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Selang beberapa bulan di akhir tahun 1924 Syaikhona Kholil kembali memanggil Kiai As’ad untuk pergi ke Tebuireng menemui KH. Hasyim Asy’ari untuk mengantar tasbih dan berdzikir “Yaa Jabbar Yaa Qohhar”. Ketika Syaikhona Kholil memberikan tasbih itu, Kiai As’ad meminta agar dikalungkan di lehernya. Beliau menjaga dengan sangat baik amanah dari sang guru dan memberikan tasbih itu kepada KH. Hasyim Asyari sebagai tanda bahwa beliau memberi restu akan berdirinya Nahdlatul Ulama. Bisa dikatakan bahwa beliau KH. As’ad Syamsul Arifin adalah penyampai pesan cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama NU. Sepeninggalan sang ayah KH. Raden Syamsul Arifin pada tahun 1951, kepengasuhan pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah diberikan kepada Kiai As’ad. Di bawah asuhan beliau pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah mengalami perkembangan yang cukup pesat, sehingga pada tahun 1968 berdirilah sebuah Universitas Syafi’iyah dengan Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah. Tidak berhenti sampai disitu, beliau mendirikan Sekolah Menengah Pertama SMP, Sekolah Menengah Atas SMA pada tahun 1980. Kemudian kemajuan yang lainnya juga di tunjukkan pada tahun 1985 dengan berdirinya sebuah Sekolah Dasar SD. Selang satu tahun kembali mendirikan sekolah di bidang perekonomian dengan berdirinya Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas SMEA pada tahun 1986. Dan di tahun 1990 berdiri berbagai lembaga salah satunya Lembaga Kaderisasi Fuqoha’ atau yang lebih dikenal dengan nama Ma’had Aliy, yang merupakan lembaga dalam rangka mengantisipasi isu krisis ulama. Masa perjuangan KH. As’ad Syamsul Arifin Melawan Penjajah Tak hanya sebagai ulama yang menyebarkan ilmu agama dan memimpin pesantren, Kiai As’ad juga turun gunung bergerilya berjuang mengusir penjajah Jepang dari Jember. Di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Sumberwringin, Sukowono yang menjadi markas utamanya, Kiai As’ad menyusun strategi dan melancarkan serangan untuk melumpuhkan penjajah, demikian seperti dikutip dari situs memimpin para pejuang untuk melawan serdadu Jepang di Garahan, Kecamatan Silo. Beliau bersama pejuang lainnya bergerilya dari Sumberwringin menyusuri jalan puluhan kilometer, naik turun lembah, menembus hutan belantara dan menyeberang sungai. Gerakannya tercium musuh dan dicegat pasukan penjajah di Sungai Kramat. Pada masa perjuanganya, beliau bersama dengan sepupunya KH. Abdus Shomad sempat mendapatkan kursus teknik dasar militer di Jember pada waktu itu. Dengan modal inilah beliau bersama kiai-kiai lainnya menyusun pergerakan yang dipadukan dengan kekuatan rakyat dan para santri. Sosok beliau yang berkarisma menjadikannya disegani oleh para masyarakat yang berada di kawasan Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Jember, Lumajang, dan Pasuruan. Terutama disegani oleh ketiga laskar di kawasan itu yaitu laskar Sabilillah, laskar Hizbullah, dan laskar Pelopor. Semua kiai yang berada pada laskar Sabilillah menuruti semua strategi yang di buat oleh beliau. Begitu juga dengan para santri yang berada pada laskar Hizbullah, mereka dengan senang hati mengikuti strategi pergerakan perjuangan beliau. Tak hanya kiai dan para santri saja, para rakyat termasuk para preman yang berada pada barisan laskar Pelopor juga mengikuti strategi beliau. Pasukan yang dipimpin oleh beliau berhadapan langsung dengan musuh. Meskipun begitu beliau bersama pasukannya bisa mengatasi para penjajah Jepang, sehingga membuat mereka lari menuju ke tengah hutan. Gerakan pasukan Kiai As’ad membuat Jepang nyalinya menciut dan akhirnya berhasil diusir tanpa peperangan di Garahan. Pesan KH. As’ad Syamsul Arifin dalam berjuang membela negara adalah dengan niat. Niat memperjuangkan agama dan negara. Memperjuangkan agama untuk akhiratnya dan memperjuangkan negara untuk dunianya. Perjuangan di Bidang Politik Ketika NU memutuskan untuk menjadi partai politik dan meninggalkan Masyumi pada 1952, beliau dan para ulama nusantara yang lain mengembangkan dan memperluas pengabdiannya menuju politik kenegaraan yang sebelumnya hanya fokus di politik kebangsaan dan kerakyatan. Bahkan pada 1957-1959 beliau menjadi juru kampanye partai NU dan dipercaya mengemban amanat sebagai penasehat pribadi Wakil Perdana Menteri kala itu KH. Idham Khalid. Menurut beliau peran masyarakat Islam dalam mendukung partai NU dan men-coblosnya ketika pemilu sangatlah penting. Karena berazazkan Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan konsepsi pemikiran yang diajukan dalam sidang bersumber dari ajaran Islam serta para calon yang diajukan berasal dari ulama nasional. Alasan inilah yang menjadikan beliau berjuang dari satu tempat ke tempat lain yang tak lain demi membela NU di ranah perjuangan beliau dan para kiai muda lainnya, membuat presiden Soekarno memilih beliau agar menduduki jabatan sebagai Menteri Agama. Namun beliau bukan seorang yang haus akan jabatan, dengan halus beliau menolak tawaran itu karena menurutnya jabatan seperti itu bukanlah keinginannya, beliau lebih memilih memimpin sebuah pondok pesantren yang keilmuannya itu telah di wariskan oleh ayah dan guru-gurunya. Pengaruh Kiai As’ad tentu membuat cemas para penguasa orde baru yang represif dan otoriter. Sehingga segala cara dilakukan untuk melemahkan NU. Melihat keadaan sepert ini membuat para ulama NU mengadakan Musyawarah Nasional Alim Ulama yang bertempat di pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo. Pada 1983 Munas menyatakan bahwa NU menerima Pancasila dan Revitalisasi Khittah 1926. Gagasan ini dikemukakan oleh KH. Achmad Shiddiq yang langsung disetujui oleh Kiai As’ad karena ini dapat menjadi pukulan telak bagi penguasa orde baru yang hendak membubarkan NU dengan dalih tidak menerima Pancasila. Dari perjuangan beliau di bidang politik, pada 3 November 2016 beliau dianugrahi gelar sebagai Pahlwan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Kepres RI No. 90/TK/Tahun 2016. Karomah KH. As’ad Syamsul Arifin Sebagai seorang kiai dan ulama besar, Kiai As’ad tidak hanya menguasai banyak ilmu dari pada guru-guru dan kitab-kitab hikmahnya, Kiai As’ad juga menguasai ilmu yang di anggap oleh masyarakat sebagai ilmu ghaib. Murid dari beliau pun banyak yang berasal dari kaum bromocorah preman,brandalan yang mendalami ilmu kanugrahan, yaitu ilmu kekebalan tubuh. Ketika sesama mereka dibekali oleh sebuah pedang dan celurit untuk saling bacok, tidak ada dari mereka yang cidera sedikit pun. Salah satu dari muridnya yang bernama Mabruk dulunya seorang preman yang kemudian bergabung pada laskar Pelopor untuk menghadapi pasukan penjajah, beberapa hari telah mendalami ilmu kanugrahan tersebut beserta silat. Ia juga di suwuk ditiup dengan do’a oleh KH. As’ad Syamsul Arifin. Kemampuannya dibuktikan ketika perjalanan di daerah Dabasah yang merupakan tempat gudang senjata para penjajah. Dengan izin Allah, pasukan laskar Pelopor berhasil mengambil 24 pucuk senjata dan sejumlah amunisi tanpa mendapatkan perlawanan sedikit pun. Dengan ilmu ghaib yang telah dibekalkan ke pasukan laskar Pelopor tersebut oleh kiai As’ad, mereka mampu masuk gudang tanpa terlihat oleh pasukan penjajah. Wafatnya KH. As’ad Syamsul ArifinKH. As’ad Syamsul Arifin wafat pada 4 Agustus 1990 di Situbondo Jawa Timur pada usia ke 93 tahun.
Biografi-Beliau, sebatas yang kutahu, Lahir di Situbondo, putra Bungsu Almarhum KHR. As’ad Syamsul Arifin Sang Mediator Nahdlatul ulama, Nama beliau ” Muhammad Kholil ” Nama tersebut diberikan oleh Kiai As’ad Ayahandanya tafa’ulan kepada gurunya yakni ” Syeikhona Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan ” kira kira umur 15 tahun beliau di modokkan ke Makkah ke Syeikh Ismail Alyamani Almakki yg masih teman kiai As’ad, atas saran Kiai Sarkaman, Namun sebelum itu sebenarnya Kiai Kholil muda, sudah di minta oleh Syeikh Ismail ke Kiai As’ad ketika sebelum Munas NU di Situbondo. Sebelum mondok ke Makkah, Kiai Kholil Muda, Belajar kepada beberapa santri nya kiai As’ad, Belajar Nahwu Sharrofya yang kutahu pada Ustadz Zainal Abidin, dll, sedangkan ngaji tasawwufnya pada KH. Sufyan Miftahul Arifin terkadang juga ditemani kakaknya Yaitu Almarhum KHR. Ahmad Fawaid As’ad karna beliau Yai Fawaid juga ngaji ke kiai Sufyan. Beliau Masuk Jama’ah Dizikir thoriqoh An Naqsyabandiyah Al ahmadiyyah sekitar umur 11 tahun pada kiai Sufyan Miftah, mungkin ketika itu diantara para Jama’ah yg lain beliau yang termuda, Namanya anak muda, Lora Kholil Muda masih tidak lepas dari kenakalannya bersama teman – temannya, makanya terus di jaga oleh KH. Zubairi dan KH. Ahmad Sufyan Miftah kala itu, Diantara Guru Beliau yg saya tahu, yang banyak mempengaruhi pribadinya beliau adalah, KH. Muhammad bin Imam Pamekasan Madura, KH. Sufyan Miftahul Arifin dalam perjuangannya, dan Syeikh Ismail Alyamani Almakki dan juga Ayahandanya sendiri . Kira – kira tahun 1992 beliau pulang ke indonesia, dan mendirikan pondok pesantren, yg diberi nama ” Pondok Pesantren Walisongo ” adanya pondok tersebut, jauh sebelumnya kiai As’ad Ayahandanya pernah berdawuh, ketika pulang dari pengajian NU di Situbondo, sampai di selatan komplek pondok yg mana ketika itu masih ” persawahan ” Dawuhnya ” ,Suatu saat nanti saya akan punya pondok disini, padahal ketika itu Lora Kholil masih belum lahir “Memang betul ” Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya ” Kiai As’ad yg dikenal pawangnya bajingan dan preman, begitu juga dengan kiai Kholil As’ad, banyak juga bajingan, maling, perampok, anak jalanan takluk ditangannya atas kuasa Ilahi dan akhirnya bertaubat ini fakta, semoga taufiq selalu menyertainya. Beliau yang saya tau juga termasuk kiai nyentrik, Bisa juga dibilang ” Budayawan ” beliau mengagumi sekali ” pencak silat ” makanya beliau termasuk salah satu” Dewan Khos Pagar Nusa Pusat ” Juga pesyair, banyak sekali syair syair yg dikarang oleh beliau, bahkan mungkin sudah ribuan bait dan ratusan lagu, tentang Cinta Baginda Nabi, Waliyullah, Ulama’ bahkan syair – syair kebangsaan. Ciri khas dari disela sela ceramah beliau yang selalu ku ingat, pasti selalu ada kalimat ” Allahumma Sholli Alaa Muhammad ” Beliau juga pernah berdawuh pada kami ” Apapun tanpa Kanjeng Nabi akan hambar “. SumberHalaman Facebook Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Stibondo - adalah portal media Jawa Timuran yang berada di bawah naungan PT Hasini Makmur Media.
foto kh kholil as ad